Organisasi dan Kelompok Kerja
Organisasi dan Kelompok Kerja
1. Pengertian
Sejak lahir sampai meninggal kita, sadar atau tidak, menjadi anggota dari satu atau beberapa kelompok sosial. Begitu kita lahir kita menjadi anggota baru dari satu kelompok keluarga, suami istri dan anak, atau ayah, ibu dan kakak-kakak. Memasuki sekolah, kita menjadi anggota dari kelompok kelas di sekolah. Disamping itu mungkin kita memasuki perkumpulan tari, perkumpulan olahraga, kelompok diskusi sekolah dan sebagainya. Memasuki dunia pekerjaan, sebagai tenaga kerja, kita menjadi anggota dari kelompok kerja kita, disamping menjadi anggota dari perkumpulan-perkumpulan yang berkaitan dengan minat kita (perkumpulan olahraga, perkumpulan kesenian, dan sebagainya), dengan keahlian dan profesi kita masing-masing (misalnya persatuan sarjana hukum, ikatan dokter, ikatan sarjana psikologi dan seterusnya). Dalam setiap kelompok dimana kita menjadi anggota, kita memainkan peran yang berbeda-beda, sebagai ayah, suami, ibu, istri, ketua, bendahara, anggota biasa, karyawan, kepala bagian, dan seterusnya dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Selama hidup kita tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh kelompok sosial yang berbeda-beda dan sebaliknya kita dapat mempengerahui kelompok sosial yang beraneka. Kita berada dalam interaksi yang bersinambung dengan lingkungan kita, khususnya orang-orang yang berada langsung disekitar kita, baik yang langsung dapat kita hubungi maupun yang tidak langsung dapat kita hubungi (misalnya dihubungi melalui media massa, TV, radio, harian, majalah dan sebagainya).
Dalam bab ini kelompok sosial yang dibahas adalah kelompok yang berada dalam satu organisasi kerja, kelompok kerja. Meskipun demikian akan ada pengertian-pengertian dari kelompok kerja. Meskipun demikian akan ada pengertian-pengertian dari kelompok kerja yang dapat berlaku pula untuk kelompok sosial pada umumnya.
Dalam membahas perilaku tenaga kerja dalam kelompok perlu selalu diingat bahwa tenaga kerja tidak saja mendapat pengaruhnya dari kelompok kerjanya, tetapi juga mendapat pengaruh dari kelompok lingkungan yang lain. Untuk kemudahan analisisnya kita tidak membahas besarnya peran dari masing-masing kelompok sosial pada seorang tenaga kerja.
Bagaimana timbulnya kelompok kerja tidak dapat dipisahkan dari proses timbulnya organisasi kerja tidak atau organisasi industri. Organisasi industri berkembang melalui dua cara. Pertama, organisasi industri timbul dan berkembang berdasarkan suatu perencanaan, suatu ‘cetak biru’ (blue print). Dengan modal yang mencukupi, sesuai dengan yang diperlukan, kita dapat mendirikan suatu perusahaan, perusahaan dagang, perusahaan manufaktur, perusahaan keungan, perusahaan apa saja yang kita inginkan. Kita merencanakan visi, misi, tujuan, bentuk, struktur fungsi perusahaannya. Kita carikan lokasinya tepat, kita tetapkan peralatan, mesin-mesin, bahan-bahan yang kita perlukan. Setelah izin untuk mendirikan perusahaan diperoleh kita mulai mewujudkan rencana pendirian perusahaan, kita merealisasikan cetak biru. Gedung dibangun, mesin-mesin, peralatan dan bahan-bahan dibeli, tenaga kerjanya dicari, diseleksi dan diterima. Jika semua persiapan selesai mulailah perusahaan berfungsi. Kelompok kerja yang terkecil sebagai satuan kerja, mulai beroperasi dalam kelompok kerja yang lebih besar, yang beroperasi dalam kelompok kerja yang lebih besar, yang beroperasi dalam organisasi perusahaan, yang beroperasi secara keseluruhan. Organisasi industri mulai berinteraksi dengan sitem lainnya dilingkungannya.
Oraganisasi industri dapat pula timbul dan berkembang mulai dari satu orang yang berwiraswasta. Misalnya saja seorang ibu rumah tangga, kita namakan Ibu Tuti, yang senang dan pandai memasak, suatu ketika menawarkan diri untuk memasakkan makanan untuk tetangganya yang kebetulan sedang tidak mempunyai pembantu rumah tangga, sedangkan suami-istri bekerja setiap hari. Tetangganya menyetujui dan berterimakasih atas penawarannya. Ternyata masakan Ibu Tuti dirasakan sangat nikmat dan tetangganya memutuskan untuk secara tepat minta Ibu Tuti memasakan makanan untuk mereka setiap hari. Tidak hanya itu, ia pun menceritakan lezatnya masakan Ibu Tuti kepada kenalannya. Kenalan-kenalan tetangga yang mempunyai kesulitan yang sama meminta Ibu Tuti memasakkan makanan untuk mereka juga. Perusahaan tempat kenalan tetangga bekerja sedang merencanakan untuk memberi makan siang kepada karyawannya. Berdasarkan cerita kenalan tetangga perusahaan menghubungi Ibu Tuti dan minya untuk memasakkan makan siang setiap hari kerja untuk karyawannya. Kegiatan Ibu Tuti yang semula hanya bermaksud untuk membantu tetangga yang berada dalam kesulitan berkembang menjadi satu usaha catering. Pada permulaan Ibu Tuti sendiri yang merencanakanb lauk yang akan dimasak dan menentukan bagaimana cara memasaknya. Ia didibantu oleh seseorang pembantu rumah tangga yang berbelanja di pasar, membelu bahan-bahan masakan yang telah ditetapkan oleh Ibu Tuti, dan di samping itu memasak lauk dan nasi sesuai dengan petunjuk dari Ibu Tuti. Makin banyak pesanan datang, makin dirasakan perkunya tambahan tenaga. Ibu Tuti mula-mula menambah satu tenaga untuk belanja dan memasak lagi. Karena permintaan akan jasa dari Ibu Tuti terus meningkat, tenaga belanja dan memasak makin bertambah. Ada tenaga yang terutama belanja bahan-bahan masakan, ada tenaga yang khusus memasak. Bahkan ada tenaga yang akhirnya khusus memasak masakan tertentu saja. Banyaknya tenaga yang memasak menyebabkan Ibu Tuti tidak dapt mengawasi semua tenaga pemasak lagi. Ia mengangkat beberapatukang masak untuk menjadi penyelia terhadap para tukang masak. Dengan bertambahnya langganan timmbul diferensiasi pekerjaan, diferensiasi mendatar, tukang belanja sekaligus menjadi tukang masak menjadi tukang belanja dan tukang masak, diikutu dengan diferensiasi tegak, timbul penyelia tukang masak. Juga timbul spesialisasi pekerjaan, tukang masak menjadi tukang masak untuk lauk atau masakan tertentu saja. Pada tingkat Ibu Tuti sebagai kepala kelompok kerja terjadi pula perubahan dalam tugas dan tanggung jawabnya. Karena dirasakan menjadi terlali berat maka ia dibantu suaminya untuk mengurus keuanggannya, uang penghasilan dan uang pengeluarannya. Terjadi dua bidang kegiatan, bidang produksi atau operasi ( memasak, termasuk belanja) dan biang keuangan (pembukuan penghasilan dan pengeluaran). Kita andaikan, Ibu Tuti berjiwa wiraswasta dan berhasil dalam usahanya, makanya usahanya yang semula merupakan usaha perorangan berkembang menjadi usaha yang berstatus badan hukum, yang berkemungkinan untuk terus berkembang menjadi induk perusahaan dengan beberapa anak perusahaan. Oraganisasi yang semuka kecil (dua orang) menjadi organisasi yang besar, yang terdiri dari berbagai kelompok kerja.
Pemecahan satu perkerjaan dengan segala macam aspeknya (aspek produksi, aspek keungan, aspek pemasaran dan penjualan, hubungan dengan langganan dan calon langganan, aspek personalia) menjadi berbagai macam pekerjaan yang menunjukkan adanya hubungan keterpautan anata pekerjaan-pekerjaan tersebut juga saling berkaitan dalam suatu hubungan ketergantungan. Mereka saling memerlukan dan saling mempengaruhi.
Organisasi industri terdiri dari kelompok kerja yang saling berkaitan dalam satu tata tingat. Likert (1961, 1967) berpendapat bahwa organisi dapat dipandang sebagi sistem dari kelompok yang saling berkaitan. Kelompok yang saling berkaitan ini dihubungkan oleh tenaga kerja yang menduduki jabatan kunci dan menjadi anggota dari dua kelompok sekaligus, yang berfungsi sebagai pasak penghubung antara kelompok-kelompok. Gambar 6.1 adalah Organisasi, kelompok kerja dan pasak penghubung menurut Likert
Kelompok kerja direksi merupakan kelompok kerja yang tertinggi. Setiap direktur menjadi penyelia dari dua kepala divisi, merupakan pasak penghubung dari kelompok kerjanya. Setiap kepala divisi menjadi penyelia dari kelompok kerjanya, demikian seterusnya sampai kelompok kerja terendah dalam organisasi. Dlam contoh adalah kelompok kerja dari kepala subagian.
Dari uraian diatas sudah mulai jelas apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan kelompok kerja. Robbins (1988:71) mengatakan bahwa:
“two or more indivuals, interacting and interpedent, who come together to achieve particular objective” – (kelompok terdiri dari dua atau lebih orang, yang saling mempengaruhi dan saling tergangtung, yang datang bersama-sama untuk mencapai sasaran tertentu)
Unsur-unsur dari batasan tersebut ialah: (a) dua atau lebih orang, (b) saling mempengaruhi, saling tergantung, dan (c) bersama-sama mencapai sasaran.
Schein (1980:145) dalam bataqsan tentang kelompok memberikan beberapa unsur lain. Ia berbicara tentang kelompok psikologikasl. Menurut dia kelompok psikologikal adalah:
“any number of people who (1) interact with one another, (2) are psychologycally aware of one another, and (3) perceive themselves to be a group.” (sejumlah orang yang (1) berinteraksi satu dengan yang lain, (2) secara psikologikal sadar satu sama lain, dan (3) mempersepsikan diri mereka sendiri sebagai kelompok).
Dua hal yang tidak ditekankan pada batasan dari Robbins ialah kesadaran anggota kelompok tentang keberadaan diri dan anggota kelompok lainnya serta persepsi bahwa mereka membentuk satu kelompok.
Orang-orang yang berkumpul dikumpul dikamar tunggu praktek dokter tidak merupakan kelompok, karena mereka tidak berinteraksi dan tidak melihat diri mereka sebagai kelompok. Misalnya para pramuniaga (salesman) atau para muwakil medikal (medical representatives) dapat melihat diri mereka sebagai sekelompok tenaga kerja dengan tugas yang sama, tetapi tidak merasa diri mereka tidak merupakan kelompok kerja. Jika dalam kenyataan dijumpai adanya satuan kerja yang tidak mempersepsikan diri mereka sebagai satu kelompok maka satuan kerja tersebut tidak akan berfungsi sebagaimana diharapkan, menjadi satuan kerja yang tidak efektif.
Kedua batasan tentang kelompok akan digunakan dalam pembahasan dalam bab ini selanjutnya.
Secara struktural, kelompok dapat dibedakan kedalam kelompok dapat dibedakan kedalam kelompok formal dan kelompok informal.
Kelompok formail diberi batasan oleh struktur organisasi, yang berisi rincian tugas-tugas pekerjaan dan tanggungjawab tertentu, yang pelaksanaannya akan menuju ke tercapaiannya sasaran dan misi keseluruhan organisasinya.
Kelompok formal dapat dibedakan kedalam kelompok komando dan kelompok tugas (Robins, 1998). Kelompok komanfo, yang ditentukan oleh bagan organisanya, terdiri dari para bawahan yang melapor secara langsung kepada seorang manajer tertentu. Pada contoh organisasi industri dari Likert diatas, maka kelompok direksi, kelompok kepala divisi dengan kedua kepala bagian bawahannya, merupakan kelompok komando. Karena kelompok komando ini merupakan kelompok yang akan terus ada selama tidak ada perubahan dalam struktur orgnanisasi, kelompok komando juga dapat disebut kelompok permanen.
Kelompok tugas, yang juga ditentukan oleh organisasi, terdiri dari tenaga kerja yang bekerja bersama untuk mnyekesaikan pekerjaan. Berdasarkan batasan ini kelompok komando dapat juga disebut kelompok tugas. Hanya saja kelompok tugas dapat terdiri dari tenaga kerja yang berasal dari satu-satuan kerja lain dalam organisasi dan hanya dapat b ersifat sementara. Misalanya pembenrukan satuan-satuan tugas dalam perushaan yang bertugas mencari penyelesaian untuk masalah tertentu, atau untuk membuat strategi perusahaan. Contoh lain ialah pembentukan panitia untuk penyelenggaraan rapat kerja, lain ialah pembentukan panitia untuk penyelenggaraan rapat kerja, perlombaan dan sebaginya Svhein menamakannya kelompok sementara (temporary group).
Kelompok informal tidak diberi batasan oleh struktur organisasi dan terjadi secara spontan antara sejumlah tenaga kerja, sebagai jawabanterhadap kebutuhan tertentu dari mereka. dalam kelompok formal ada sebagian dari kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang dirasakan dapat dipenuhi dengan melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dalam kelompok. Diluar kebutuhan tersebut masih ada kebutuhan lain dari tenaga kerja yang menjurus ke timbulnya hubungan yang tidak berkaitan langsung dengan pekerjaan. Jika lingkungaan daerah kerja dan jadwal waktu kerja mengixinkan maka hubungan-hubungan tersebut dapat berkembang kedalam kelompok informal.
Ditinjau dari berasalnya para anggota, kelompok informal dapat dibedakan kedalam kelompok atau klik informal mendatar, tegak dan acak (Scheik, 1980)
Pada kelompok informal mendatar para anggotanya berasal dari pekerjaan dari satuan kerja yang sama dan/atau berbeda yang terletak pada taraf/tingkat organisasi yang sama. Sedangkan para anggota kelompok tegak berasal dari pekerjaan dari taraf/tingkat yang berbeda-beda. Para anggota dari kelompok acak terdiri dari para tenaga kerja yang datang dari pekerjaan dari satuan kerja yang sama dan/atau berbeda, dari tingkat organisasi yang sama dan/atau berbeda.
Berdasarkan alasannya menjadi anggota, kelompok informal dapat dibedakan kedalam kelompok minat atau kepentingan yang sama. Misalnya minat dalam bidang olahraga yang sama, minat dalam kesenian yang sama, minat dalam politik yang sama. Dapat juga para anggotanya merasa perlu mendalami atau untuk masa depan mereka, atau para anggota merasa sama-sama dirugikan oleh perusaan dimana mereka bekerja.
Pada kelompok informal persahabatan para anggotanya merasa saling tertarik, merasa saling cocok dengan ciri, sifat yang dimiliki masing-masing. Mereka nilai, pandangan dan kebiasaan yang sama. Dapat saja mereka berolahraga bersama, makan siang bersama, waktu istirahat mereka berkumpul ditempat-tempat tertentu.
2. Makna dan Fungsi Kelompok
Sebagaimana telah dikatakan di atas sejak lahir kita merupakan angota dari kelompok social, sekolompok orang yang saling mempengaruhi dan saling tergantung, yang melihat diri kita sebagai kelompok. Ditinjau dari persepsi kita sebagai anggota kelompok, kelompok kita nilai baik jika memberikan akna bagi diri kita, jika kelompok kita rasakan dapat memenuhi kebeutuhan dan harapan kita. Kita akan mengundurkan diri sebagai anggota kelompok, jika kelompok kita rasakan tidak memuaskan, tidak mampu meneuhi kebutuhan dan harapan kita. Ini berlaku untuk setiap kelompok dimana kita menjadinanggota, tidak hanya berlaku bagi kelompok kerja kita.
Jika ditinjau dari sudut pandangan pimpinan organisasi industri, pimpinan dari sejumlah kelompok kerja yang saling berkaitan, maka kelompok kerja dinilai baik jika memenuhi kebutuhan dan harapan perusahaan, jika masing-masing kelompok kerja dapat melaksanakan fungsinya sedimikian rupa sehingga sasaran-sasaran perusahaan dapat dicapai, misi perusahaan dapt diwujudkan. Jiak kelompok kerja dinilai kurang baik dalam melaksanakna tugas pekerjaaannya mkan akan diusahakan perbaikannya.
Apa saja fungsi kelompok sehingga dapat diraskan bermakna bagi tenaga kerja dan apa pula fungsinya yang bermakna untuk keseluruhan organisasinya?
1.1. Fungsi Kelompok Bagi Anggotanya
Kelompok, bagi anggotanya, dapat berfungsi sebagai (Schein,1980,Robbina, 1988): (a) pemenuh kebutuhan (antara lain: kebutuhan akan keamanan, affiliation, power, prestasi) para anggota keompok; (b) pengembang,penunjang dan pemantap dari identitas dan pemilihara dari harga diri kita, (c) sebagai penetap dan penguji kenyataan/realitas social, (d) sebagai mekanisme pemecahan masalah dan pelaksanaan tugas.
a. Fungsi Kelompok sebagi pemenuh kebutuhan para anggotnya
Kelompok dapat mengurangi rasa ketidakamanan, ketidakpastian. Kelompok menimbulkan rasa mampu mengatasi ancaman terhadapdirinya. Tenaga kerja yang baru mudah mengatso ancaman terhadap diirmya. Tenaga kerja yang baru mudah merasa diisolasi dan memerlukan bantuan, emnginginkan kepastian. Kelompok dapat memberikan rasa kepastian pada diiri seseorang.
Kelompok dapat memenuhi kebutuhan akan afiliasi dan kenginna untuk berhubungan dengan orang lain, akan rasa diperhatikan dan diterima oleh kelompok. Sekaligus tenaga kerja dapat merasakan bahwa harga dirinya diperhatikan. Kelompok juga memberikan status sosial pada dirinya. Anggota Kelompokkerja yang bertugas melaksanakan penelitian dan pengembangan bagi perusahaabbya dan telah berhasil memberikan produk-produk yang baru dan merasa mempunyai status yang dinilai tinggi dan penting.
Kelompok juga memberikan pemenuhan terhadap kebutuhan akan kekuasaan. Berdasarkan upaya yang dapat dilakukan bersama-sama dengan anggota kelompok lain timbul rasa memiliki kekuasaan tertentu untuk dapat merealisasi apa yang diinginkan kelompok. Kelompok dapat menentukan tinggi produktivitas yang diinginkan, kelompok dapat melakukan pemogokan bila dirasakan perlu, kelmpok dapat menentukan mutu dari hasil kerja mereka.
Anggota kelompok merasa memiliki kekuasaan tertentu karena merasa ditunjang oleh anggota-anggota kelompok lainnya.
Kebutuhan untuk berprestasi dapat ditimbulkan dan dipenuhi oleh kelompok. Kelompok dapat merangsang anggotanya untuk mencapai prestasi yang bermutu dan dapat memenuhi keingininan mereka unyuk dapat berprestasi yang tinggi.
b. Fungsi Kelompok sebagai Pengembang, Penunjang da Pemantap dari Identitas dan Pemelihara dari Harga Diri
Dalam bekerja anggota memperoleh identitasnya dari kelompok kerjanya. Anggota kelompok kerja memperoleh identitasnya dari kelompok kerja pabrik, kelompok kerja auditor, kelompok kerja ketenagakerjaan, dan sebagainya. Identitas kelompok kerja dikembangkan berdasarkan tugas pekerjaannya untuk menunjang dan memantapakan identitas setiap anggota kelompoknya. Selanjutnya identitas anggotanya memilihara harga diri mereka.
c. Fungsi Kelompok sebagai Penetap dan Penguji Kenyataan/Realitas Sosial
Melalui diskusi dengan orang lain dan pengembangan dari perspektif dan konsensus, kita dapat mengurangi ketidakpastian dalam lingkungan social kita. Jika misalnya beberapa tenaga kerja merasa bahwa penyelia mereka merupakan orang yang keras yang menuntut terlalu banyak dari tenaga kerjanya, maka pandangan ini tdapat dianggap sebagai realitas oleh anggota kelompok lainnya dan mereka dapat menentukan strategi bagaimana mereka dalam kelompok mempersepsika sesutau dan menguji sesuatu sebagai kenyataan atau realitas. Persepsi kelompok memberikan kepastian kepada para anggota kelompok lepas dari benar tidaknya, tepat tidaknya pandangan tersebut. JIka kelompok menganggap suatu keadaan sebagai nyata, maka keadaan tersebut nyata dan akan menimbulkan akibatnya yang nyata.
d. Fungsi Kelompok sebagai Mekanisme Pemecahan Msalah dan Pelaksanaan Tugas
Setiap tenaga kerja dalam melaksanakan tugas pekerjaannya akan menemui kesulitan, menemui masalah yang bersifat perorangan dapat juga yang bersangkutan dengan pelaksanaan tugas oleh seluruh kelompok. Kelompok dapat membantu memecahkan masalah, yang dialamai salah seorang anggotnya, para anggota kelompok dapat saling mengisi dalam usaha dan sumbangan mereka memecahkan masalah kelompoknya. Misalnya kelompok gugus kendali mutu memecahkan masalah kelompok secara bersama-sama.
1.2.Fungsi Kelompok Bagi Organisasi
Untuk dapat memberikan sumbangannya dalam rangka pencapaian sasaran kelompok kerja dan sasaran keseluruhan organisasu serta dalam usaha merealisasi misi perusahaannya, maka kelompok dapat berfungsi sebagai (Schein, 1980): (a) pelaksanaan tugas yang majemuk dan saling tergantung, (b) mekanisme pemecahan masalah, (c) penghasil gagasan baru dan jawaban kreatif, (d) pelancar dari pelaksanaan keputusan yang majemuk, (e) vehicle/wahana dari sosialisasi dan pelatihan, (f) penghubung atau coordinator untama antar beberapa departemen.
a. Fungsi Kelompok sebagai Pelaksana Tugas yang Majemuk dan Saling Tergantung
Ada tugas pekrjaan yang dapat diselesaikan oleh seseorang. Namun cukuo banyak tugas yang majemuk, selain tidak dapat dilakukan oleh satu orag, juga tidak dapat dipecah-pecah kedalam beberapa tugas yang dapat dilaksanakan secara tersendiri. Misalknya tugas mempersiapkan, melaksanakan operasi dan perawatan sesudahnya. Tugas-tugas yang harus dilakukan semuanya khusus tapi juga saling tergantung. Contoh yang lain ialah kelompok pengebor minyak. Masing-masing anggota kelompok mempunyai tugasnya masing-masing yang saling tergantung.
b. Fungsi Kelompok sebagai Mekanisme Pemecahan Masalah
Dalam menghadapi masalah, jika masalahnya memerlukan pengolahan yang majemuk, interaksi antara para anggota yang memiliki informasi yang berbeda, pertimbangan cermat dari alternative penyelesainnya, maka pemecahan masalah secara kelompok akan memberikan penyelesaian yang paling baik. Selian kelompok sementara, seperti satuan-satuan tugas, panitia, komite.
c. Fungsi Kelompok sebagai Penghasil Gagasan Baru dan Jawaban Kreatif
Dalam proses pemecahan masalah,jika data yang diperlukan tersebar pada beberapa orang, atau jika diperlukan rangsangan bersama bagi para anggota kelompok untuk menjadi kreatif, maka kelompok merupakan wadah untuk dapat menghasilkan gagasan baru dan jawaban yang kreatif. Para anggota kelompok saling merangsang dalam memberikan gagasan dan jawaban atau penyelesaian masalah yang kreatif.
d. Fungsi Kelompok sebagai Pelancar dari Pelaksanaan Keputusan yang Majemuk
Jika telah diambil suatu keputusan yang majemuk, misalknya satu bank memutuskan untuk membangun kantor besarnya yang baru, maka akan bermanfaat untuk membentuk kelompok yang terdiri dari tenaga kerja dari berbagai divisi dari bank tersebut untuk merencanakan pelaksanaan dan memantau pelaksanaan keputusan tersebut.
e. Fungsi Kelompok sebagai Vehicle/Wahana dari Sosialisasi dan Pelatihan
Para tenaga kerja baru dapat dikumpulkan dalam satu kelompok untuk diberi pelatihan orientasi untuk dapat mempercepat dan memperlancar proses sosialisasi. Pelatihan keterampilan teknik tertentu juga dapat lebih cermat, tepat dan murah jika dilakukan dalam kelompok.
f. Fungsi Kelompok sebagai Penghubung atau Koordiator Utama Antara beberapa Departemen
Untuk menghindari dan mengurangi gangguan dalam komunikasi, timbulnya konflik dan untuk memelihara upaya kordinasi antarbagian, maka dapat dibentuk kelompok sementara yang terdiri dari para muwakil dari berbagai bagian yang saling ketergantungan sampai derajat tertentu.
2. Interaksi Antaranggota Kelompok
3.1 Proses Kelompok
Organisasi industri terdiri dari sejumlah kelompok kerja yang saling berkaitan dalam suatu tata tingkat tertentu. Setiap kelompok kerja terdiri dari sejumlah tenaga kerja yang saling mempengaruhi dan saling tergantung. Namun derajat pengaruh dan ketergantungan antartenaga kerja tidaklah selalu sama. Sebagaimana telah kita kemukakakan dalam Bab 5. Kepempiminan dalam industri hubungab ketergantungan antartenaga kerja dapat bersifat hubungan ketergantungan yang seimbang dan tidak seimbang. Hubungan antara atasan dengan bawahan pada umumnya merupakan hubungan ketergantungan yang tidak seimbang. Di samping itu dapat kita temukan kelompok kerja yang derajat hubungan ketergantungannya tinggi, interaksi antar para anggota kelompok sangat intensif, dan kelompok keja hubungan ketergantungannya rendah, interaksi antar para anggota kelompok sangat sedikit. Dalam Olahraga kita kenal kelompok yang interaksi antaranggita kelompok sangat tinggi, yaitu tim bola basket, tim sepak bola, dan kelompok yang interaksi antaranggota kelompok rendah, yaitu regu catur, regu bulu tangkis,. Pada yang pertama, para anggota kelompok harus dapat bekerja sama untuk dapat memberikan hasil yang memuaskan, sedangkan pada macam kelompok kedua, setiap anggota kelompok harus melaksanakan tugasnya dengan mengandalkan kemampuannya masing-masing.
Dalam organisasi industri kita jumpai pula kelompok kerja dengan derajat intensitas interaksi antaranggota kelompok yang berbeda-beda. Fiedler (1967) memberikan tiologi dari kelompok-kelompok kerja yang didasarkan pada sifat dan intensitas interaksi, yaitu (a) kelompok interaksi (interacting groups), (b) kelompok koaksi (co-acting groups), dan (c) kelompok konteraksi (counter-acting groups).
a. Kelompok Interaktif
Pada kelompok ini, para anggotanya saling terganung dan aksi atau tindakan mereka perlu dikerjakan dan disusun bersama untuk dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan baik. Dengan perkataan lain kelompok interaktif memrlukan kooperasi dan koordinasi dari giatan para anggotanya dalam pelaksanaan tugas kelompok agar tercapai sasaran kelompoknya. Kalau kooperasi dan koordinasiberlansung baik dalam kelompok, makan kelompok dapat dikatakan merupakan satu tim. Misalnya kelompok kerja pengebor minyak, kelompok kerja atau tim bedah, kelompok pemecahan masalah (problem solving team), tim sepak bola, tim bola voli, dan seterusnya.
b. Kelompok Koaktif
Anggota kelompok ini bekerja sama dalam melaksanakan tugas kelompok, tapi masing-masing dapat melaksanakan pekerjaannya relatif secara manditri tidak saling tergantung. Misalnya kelompok pramuniaga (salesman),kelompok muwakil medikal (medical representatives), kelompok kerja bagian kepegawaian yang terdiri dari kepala bagian dengan kepala subbagian kesejahteraan, kepala subbbagian analisis pekerjaan, dan kelompok kerja jenis lainnya. Setiap anggota kelompok, setiap tenaga kerja memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing yang dapat dilaksanakan tanpa banyak tergantung pada pelksanaan tugas dari kelompok lainnya. Hubungan ketergantungan terlihat pada kenyataan bahwa kelancaran dalam pelaksanaan tugas masing-masing yang dapat dilaksanakan tanpa banyak tergantung pada pelaksanaan tugas dari kelompok lainnya. Hubungan ketergantungan terlihat pada kenyataan bahwa kelancaran dalam pelaksanaan tugas masing-masing mempengaruhi hasil dari keseluruhan kelompok, mempengaruhi hasil tercapainya sasaran kelompok kerja. Jika salah seorang anggota kelompok di atas kurang lancar, kurang berhasil dalam menjalankan tugasnya maka hasil kelompok tidak akan optimal.
c. Kelompok Konteraktif
Para anggota kelompok bekerja sama untuk tujuan perundingan dan memufakatkan sasaran dan tuntutan yang bertentangan. Unjuk kerjanya (performance) diukur berdasarkan derajat penerimaan dai jawaban atau penyelesaian oleh para anggota kelompok. Para anggota kelompok ini terdiri dari wakil dari pihak yang berbeda pendapat. Kelompok konteraktif ini merupakan kelompok sementara dan merupakan yang terbentuk karena adanya pertentangan atau konflik antarkelompok. Misalnya panitia perjanjian kerja bersama (PKB) yang terdiri dari wakil manajemen dan (serikat) pekerja.
Ditinjau dari strukturnya maka kelompok interaksi dan kelompok konteraktif idak berbeda dalam intensitas interaksi antaranggotanya. Tugas yang harus diselesaikan mdngharuskan para anggota untuk berinteraksi dan tidak mmungkinkan melakukan tindakan sendiri tanpa membahayakan penyelesaian tugas kelompok. Perbedaan antara kelompok interakif dan kelompok konteraktif terletak pada tujuan kelompok dan rincian dari tugas untuk mencapai tujuan kelom[ok. Para anggota kelompok interaktif telah dapat mengetahui dengan jelas dan menerima sasaran kelompoknya, juga telah mereka ketahui tentang pelaksanaan tugas masing-masing secara rinci, sehingga mereka mampu bekerja sama dan mengkoordinasi kegiatannya untuk mencapai sasaran. Tim pengebor minyak atau tim kedokteran bedah, sasarannya jelas dan setiap anggota tim tahu apa yang harus dilakukan.
Pada kelompok konteraktif sasaran yang akan dicapai (penyelesaian konfliknya, bentuk konsesi, bentuk kesepakatan) belum jelas. Yang diketahui hanyalah tujuan mendapatkan penyelesaian konflik, mencapai kesepakatan tertentu. Para anggotab kelompok konteraksi juga tidak mendapatkan rincian pelaksanaan tertentu. Para anggota kelompok konteraksi juga tidak mendapatkan rincian pelaksanaan tugas masing-masing. Misalnya saja dalam rapat kerja tahunan antara pimpinan cabang dan divisi di Kantor Pusat untuk menentukan strategi perusahaan . Tujuan kelompok ialah tersusunnya strategi perusahaan, namun bagaimana bentuk dan isinya belum jela, demikian juga pelaksanaan tugasnya tidak dirinci.
Pada kelompok koaktif intensitas interaksi tidak tinggi, bahkan mungkin rendah sekali. Corak tugasnya tidak mengharuskan para anggota kelompok koaksi untuk sering saling berhubungan sehingga kerjasama relatif lebih sulit ditimbulkan. Bahkan, sebagaimana telah pula disinggung di atas, para anggotanya secara psikologis dapat menganggap diri mereka sebagai satu kelompok.
Berdasarkn uraian pengertian di atas dapat kita duga bahwa kerjasama dalam kelompok paling mudah ditimbulkan pada kelompok interaktif dan sulit pada kelompok koaktif dan konteraktif. Kelompok kerja pada tingkat manajerial pada umumnya bercorak kelompok kerja koaktif dan konteraktif. Struktur kelompok kerja tersebut tidak mengharuskan mereka bekerja sama, tetapi kalau mereka tidak bekerja sama maka organisasi tidak akan dapat berfungsi secara efisien dan efektif. Pada dasarnya setiap anggota kelompok mempengaruhi anggota kelompok lain. Meskipun, dalam kelompok koaktif, setiap anggota mempunyai tugasnya masing-masing, keluaran dari tugas mereka tetap mempengaruhi keluaran dari anggota kelompok lainnya. Demikian juga dengan kelompok konteraktif.
Perlu diupayakan Makna dan Fungsi Kelompok telah dibahas tentang fungsin dari kelompok kerja dalam memberikan sumbangannya kepada keseluruhan organisasi. Tiga ungsi akan dibahas lebih lanjut untuk menjelaskan gejala yang timbul dalam proses kelompok, yang timbul dalam proses interaksi antaranggota kelompok, yaitu: (a) fungsi sebagai penimbul gagasan baru dan penyelesaian kreatif, (b) sebagai pandangan Leavitt bahwa proses manajeman dapat dibagi kedalam tiga tahap, yaitu: (1) tahap pemanduan (pathfinding), (2) tahap pemecahan masalah, dan (3) tahap pelaksanaan (implementing). Ketiga tahap proses manajemen tersebut dapat dilakukan oleh satu oleh lebih dari satu kelompok kerja, dari tingkatkan organisasi yang sama dan/atau tingkatan organisasi yang berbeda.
Leavitt (1998) memberikan penjelasan tentang masing-masing tahap sebagai berikut:
Tahap 1. Tahap ‘Pathfinding’
Pathfinding atau pemanduan bersibuk diri dengan penemukenalan dari tujuan, dengan penciptaan masalah-masalah yang menarik. Dalam menghadapi dunia luar, para pimpinan harus mampu mengolah data yang ada untuk dapat memelihara dan mengembangka organisasinya. Untuk ini mereka perlu mampu untuk dapat menetapkan kemana organisasi harus pergi dan apa yang dinilai bermakna yang harus dicapai. Pemanduan merupakan suatu tahap dimana pemikiran kreatif dan divergen diperlukan. Pemanduan berkaitan dengan vision pribadi, nilai-nilai pribadi dan pemntapan pribadi (personal determination). Artinya, pemanduan berkaitan dengan gambaran seseorang tentang perusahaannya di masa depan, berdasarkan data-data dari lingkungan dan dari perusahaannyasendiri, dan berdasarkan keyakinannya sendiri tentang apa yang benar, apa yang baik, apa yang indah. Contoh dari vision ialah: Seorang pimpinan perusahaan melihat perusahaannya berkembang menjadi perusahaan multinasional, yang berbentuk koperasi, dimana para karyawannya berprestasi optimal dan merasa bahagia dan sejahtera. Vison ini yang memedomani penetapan tujuan dan masalah yang menarik, yang mendasari proses pathfinding. Untuk dapat mewujudkan vision diperlukan kemantapan, tekad untuk melaksanakan. Proses pemanduan banyak berlangsung dalam diri merupakan satu tahap kepemimpinan dalam pengelolaan yang aktif. Aktif karena menentukan dan menciptakan masalah-masalah penting yang harus dipecahkan. Leavitt mengatakan:
“It is trough creating the right problems that managing becomes a way of moving and shaking the world. It is at the front end that managers create thirr organization futures.”
Tahap 2. Tahap Pemecahan Masalah
Kita setiap hari memecahkan masalah. Demikian juga pemecahan masalah dilakukan oleh kelompok kerja. Kalau dibandingka dengan proses pemecahan masalah yang diajarkan disekolah akan dapat kita lihat beberapa perbedaan (Leavitt, 1988: 235). Pertama ,disekolah masalah yang harus kita pecahkan diberikan. Dalam pekerjaaan masalah harus kita temukan, harus kita seleksi atau ciptakan sendiri. Kedua, masalah yang dihadapi tidak selengkap datanya dengan masalah yang diberikan disekolah.. sering harus dicari pemecahanya berdasarkan informasi yang ada , yang terbatas. Kita tidak pernah memiliki semua informasi yang kita perlukan. Selain itu, masalahnya harus kita selesaikan dalm waktu yang irasional, artinya sesuai dengan tanggal akhir(ded line) yang tidak ditentukan oleh guru-guru yang tau lama waktu yang sepantasnya diberikan untuk memecahkan masalah. Ketiga, juka kita temukan jawabanya, sering tidak menberikan kepuasab yang sama sebagai mana kita peroleh kalau kita menyelesaikan masalah matematika disekiolah. Namun demikian pendidikan yang kita peroleh disekolah dalan memecahkan masalah mempunyai manfaatnya dalam melatih kemampuan dan ketrampilan kita memecahkan masalah.
Tahap 3. Tahap Implementasi
Tahap ini mencakup kegiatan membentuk,menyusun,menjual,masing-masing menjalankan tugasnya sebagai mana telah diberikan kepada mereka. Tidak demikian dengan kelompok kerja manajerial. Para menejer berusaha untuk meyakinkan orang lain untuk melakikan apa yang diinginkan, apa yang telah diputuskan, konsumen untuk membeli, bawahan untuk berprilaku berbeda, orang lain untuk menerima gagasan baru. Implementasi dalam manajemen merupakan suatu proses social yang mengharuskan manajer untuk mempengaruhi,meyakinkan,menjual dan berkomunikasi dengan orang lain.
Ketiga tahap diatas, terutama tahap 2 dan 3, sering dilihat sebagai tahap yang berlang sung secara berurutan. Proses pemecahan masalah bejalan dulu, dan baru setelah pemecahanya ketemu, setelah keputusan diambil maka berlangsunglah tahap inplementasi. Leavit berbicara tentang implementasi tipe A dan B. pada implementasi tipe A, pemecahan masalah dimulai dulu dan baru setelah selesai disusul oleh implementasi (pemimpin kelompok memecahkan masalh dan mengambil keputusan dan bawahanya yang melaksanakan, atau kelompok kerja tertentu mecahkan masalah dan mengambil keputusan dan kelompok/kelompok kerja lain yang melaksanaklan). Pemisahan antara tahap 2 dan 3 dengan jelas dapat berjalan baik, dapat pula menimbulkan masalah dalam hal tidak ketidaklancaran dalam pelaksanaan, karena para pelaksana tidak terlalu terlibat dalam menghindari bertanggung jawab karena merasa tidak berperan serta dalam proses pemecahan masalah. Proses implementasi tipe B melibatkan para pelaksana (perorangan atau kelompok) dalam proses pemecahan masaalah, sehingga mereka lebih mau bertanggung jawab dalam implementasi kehidupanya, karena merasa keputusan yang diambil merupakan keputusan pilihan merek juga. Namun tidak selamanya implementasi tipe B berlangsung memuaskan.
Tahap 1 dan 2 , dan tahap 1 dan 3 juga dapat berlangsung secara ‘bersama-sama’ dapat juga berlangsung secara berurutan. Masalah saat itu. Masalah yang ingin ditangani lebih berkaitan dengan masalah yang timbul sebagai akibat keadaan yang kritis yang pada saaat itu kita harus hadapi. Para pathfinders menginginkan implementasi dari gagasan-gagasan baru, sebaliknya para pelaksana tipe B menginginkan adanya partisipasi dalam menemukan keputusan yang paling tepat. Keadaan ini akan menimbulkan ketegangan hubungan antara anggota kelompok kerja.
Dari ketiga tahap proses manajemen Leavitt yang berkaitan dengan ketiga fungsi kelompok yang telah disebut diatas nyata bahwa pelaksanaan fungsi-fungsi kelompok tidak begitu saja berjalan tanpa menimbulkan masalh. Fungsi kelompok ikut menentukan kelancaran berlangsungnya proses kelompok disamping cirri-ciri kepribadian para anggota kelompoknya
Dalam proses kelompok, dimana para anggota kelompiok kerja berinteraksi dan dimana kelompok melaksanakan fungsinya, dapat kita temukan timbulnya gejala-gejala sebagaiberikut:(a)komformisme, (b)kelekatan(cohesiveness), (c)sinergi, (d)groupthink, (e)polarisasi kelompok.
a. Konformisme
Dalam interaksi antar anggota kelompok,tanpa dosadari,mereka mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang berlaku umum dikeseluruhan organisasi kerjanya dan pola perilaku yang lebih khas berlaku dalam kelompok kerjannya, yang tumbuh karena interaksi selama jangka waktu yang panjang. Misalnya kebiasaan untuk tidak berbicara secara terus terang, kebiasaan untuk memanggil seseorang dengan Bapak,Ibu atau Saudara. Yang khas merupakan normal kelompok kerja,misalnya adanya aturan yang tidak tertulis untuk tidak mengatakan sesuatu kepada atasan kalau rekanya melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan perusahaan; adanya kesepakatan untuk tidakb memberikan prestasi yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan oleh kelompok dan sebagainya.
Setiap kelompok memiliki norma-norma, yaitu pola atau patokan perilaku yang diterima oleh para kelompok. Norma-norma mengatakan kepada anggota apa yang harus mereka lakukan dan apa yang tidak boleh mereka lakukan dalam keadaan tertentu. Norma-norma yang diterima mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan kendali eksternal dan minim. Ada sejumlah norma yang ditulis dalam manual, buku pedoman kepegawaian, yaitu norma-norma yang formal. Namun kebanyakan norma adalah informal ,tidak tertulis.
Fungsi kelompok bagi anggota antara lain ialah sebagai pemenuh kebutuhan akan afiliasi. Kita semua menginginkan untuk diterima dan diperlukan sebagai anggota kelompok yang sama oleh anggota dari kelompok lain. Kita akan berusaha berprilaku dengan norma-norma yang berlaku. Keinginan ini berkembang menjadi kita akan mengikuti apa yang oleh mayoritas anggota diterima sebagai benar atau baik, agar kita tidak dikucilkan. Kita berusaha untuk menjadi konformis, tidak berbeda dari anggota lain. Dorongan demikian tidak hanya datang dari dalam diri kita, tetapi juga datang dari luar diri kita dalam bentuk tekanan-tekanan kelompok, tekanan-tekanan dari para anggota dari kelompok lain. Upaya untuk conform tidak selalu mudah dan tidak selalu berjalan mulus. Andaikan anda menjadi anggota kelompok yang sedang membicarakan anggaran dari kelompok kerja anda. Karena kebiasaan tahun yang lalu anggaran sebagian selalu dipotang separonya, maka untuk tahun ini juga anggaranya dilebihkan dari dua kali yang diperlukan. Anda mempunyai pandangan yang berbeda tentang ini. Argumentasi anda ialah bahwa anggaran dipotong karena memang selalu diajukan terlalu tinggi. Mengapa tidak mencoba mengajukan anggaran yang sesuai dengan kenyataan saja. Terjadilah diskusi yang sengit. Anda merasa anggota lain telah mulai tidak mendengarkan anda lagi. Anggaran diputuskan sebagaimana biasanya. Anda selama rapat selanjutnya didiamkan. Karena anda berani menentang, anda dianggap sebagai seorang penyimpang (deviant) yang perlu diisoolasi.
Apakah anggota yang berbeda pendapat selalu kalah? Kalau pimpinan kelompoknya terbuka dan dan kalau ada anggota lain yang menyetujui pendapat anda, maka dapat terjadi dalam pembahasan selanjutnya gagasan anda diterima. Dapat juga terjadi bahwa gagasan anda yang berbeda diterima, kalau anda memiliki kaitan yang kuat dengan atasan anda.
b. Kelekatan (Cohesiveness)
Setiap kelompok kerja memiliki sasaran yang harus dicapai. Sasaran kelompok belum tentu dapat diterima sepenuhnya oleh para anggota kelompoknya. Disamping itu, jika memerluan kerjasama, maka perlu anggota kelompok masing-masing mau menerima dan mampu bekerja sama dengan kelompok lainya. Tinggi rendahnya kesepakatan para anggota terhadap sasaran kelompok, serta derajat dapatnya saling menerima angota kelompok lainya menunjukan derajat kelekatan(cohesiveness) kelompok. Semakin para anggota saling tertarik dan makin sepakat mereka terhadap sasaran kelompok, makin lekat kelompoknya. Faktor-faktor yang ikut menentukan derajat kelekatan kelompok ialah (Robbins,1998):
1. Lamanya waktu berada bersama dalam kelompok; maka lama berada bersama dalam kelompok, makin saling mengenal,makin dapat timbul sikap toleran terhadap yang lain. Dapat ditemukan atau bahkan dikembangkan minat baru yang sama.
2. Parahnya masa awal; makin sulit seseorang memasuki kelompok kerja, maksudnya makin sulit seseorang diterima didalam kelompok kerja sebagai anggota, makin lekat kelompoknya. Pada awal masuk, biasanya para anggota kelompok yang lama ‘menguji’ anggota baru, dengan cara-cara yang khas oleh kelompoknya.
3. Besarnya kelompok; makin besar kelompoknya makin sulit terjadi interaksi yang intensif antar para anggotanya. Makin kurang lekat kelompoknya.
4. Ancaman dari luar; kebanyakan penelitian menunjang hasil bahwa kelekatan kelompok akan bertambah jika kelompok mendapat ancaman dari luar. Bahwa mereka menghadapi ‘musuh’ bersama.
5. Keberhasilan dimasa lalu; setiap orang menyenangi seorang pemenang. Jika satu kelompok kerja, memiliki sejarah yang gemilang, maka terbentuklah sprint de corps yang menarik anggota-anggota baru. Kelekatan kelompok tetap tinggi.
c. Sinergi
Dalam proses pengambilan keputusan dalam kelompok timbul gejala bahwa keputusan yang diambil kelompok merupakan keputusan yang lebih baik dari keputusan yang diambil oleh setiap anggota kelompok tersendiri. Gejala ini yang dinamakan sisnergi. Banyak penelitian kelompok menunjukakan bahwa dalam kebanyakan kondisi kelompok mencapai prestasi yang lebih baik dari anggota yang paling baik prestasinya (Fincham & Rhodes, 1998). Sinergi terjadi karena diskusi dalam kelompok menimbulkan lebih banyak alternative dari pada jumlah orangnya, cenderung untuk mengeliminasi sumbangan-sumbangan gagasan yang kurang bermutu,mengurangi nilai-nilai kesalahan dan menunjang pemikiran kreatif. Ini berarti bahwa kelompok pada umumnya lebih baik dari pada perorangan dalam situasi dimana diutamakan kecermatan dan dimana waktu cukup banyak.
Namun tidak selalu kelompok lebih baik dari perorangan dalam pengambilan keputusan. Kadang kala sebaliknya yang benar. Keputusan-keputusan kelompok ternyata lebih buruk daripada keputusan yang diambil oleh anggotanya secara merata. Sering anggota mempunyai kemungkinan lebih baik untuk ‘menang’ jik ia tetap mempertahankan keputusanya dan mengabaikan keputusan kelompok. Sinergi dapat terjadi jika para anggota kelompok memberikan semua data yang mereka miliki, sehingga jumlah data yang terkumpul lebih banyak dari data yang kita miliki sendiri. Selain itu perlu dilakukan pembahasan tentang kelemahan dan kekuatan dari masing-masing alternative keputusan. Penilaian dari setiap keputusan oleh kelompok lebih cermat dari perorangan. Kemudian jika pra anggota kelompok tidak merupakan wakil dari kelompok kerja lainya, sehingga mereka merasa sendiri dalam kelompok kerjanya, membahas keputusan kelompok untuk kepentingan mereka sendiri.
d.Groupthink
satu gejala yang merupakan kelemahan dari kelompok yang terlalu lekat ialah bahwa kecakapan pengambilan keputusan mereka dapat secara mendadak berkurang .oleh Janis (1972) berpikir kelompok merupakan suatu kemunduran dari efisiensi mental,pengujuian realitas,dan pertimbangan moral yang dihasilkan oleh tekanan-tekanan dari dalam kelompoknya sendiri.
Anggota kelompok yang memiliki pandangan yang menyimpang ditekan dengan berbagai macam cara untuk menyetujui (conform) dengan pandangan mayoritas.dengan demikian menciptakan kemungkinan bahwa keputusan kelompok tidak mencerminkan analisis yang cermat,melainkan mencerminkan pandangan yang dominan ,apapun yang akan tejadi .janis,berdasarkan kajiannya tentang gejala berpikir kelompok ini, dapat menunjukkan bahwa beberapa keputusan politik di Amerika Serikat dicapai berdasarkan pengolahan yang tidak lengkap dari informasi yang relevan dan berdasarkan tekanan (sup-pression )yang aktif terhadap pandangan minoritas dan pada pandangan penentang,dengan bencana besar sebagai akibatnya (schein,1980) yang disebut sebagai contoh ialah keputusan pada tahun 1950 untuk mengirim jendral mac Arthur ke sungai yalu di korea dengan mengabaikan informasi bahwa cina akan ikut mencampuri konflik korea ; keputusan pada tahun 1941 untuk tidak dengan baik mempersiapkan diri mengahadapi serangan itu dapat terjadi ;keputusan pada tahun 1962 untuk mencoba invasi ke cuba pada teluk babi(bay of pigs),meskipun memiliki informasi bahwa castro telah siap menghadapai invasi tersebut .dalam setiap kasus terdapat bukti bahwa satu kelompok dalam (inner group) dari para penasehat mengembangkan satu pandangan yang secara bulat disepakati dan bahwa dalam berbagai macam pertemua kelompok para penentang diabaikan.
Dihukum atau dicegah,sehingga mengasingkan pengambil keputusan dari satu tinjauan lengkap dari informasi yang relevan dan dari kemungkinan pengambilan keputusan yang lain .salah satu contoh terjadinya berpikir kelompok diindonesia ialah ketika pada tahun 1997 MPR memilih kembali Bapak Suharto sebagai presiden ,meskipun pada saat itu telah terjadi krisis ekonomi yang parah .
Janis (Janis & mann.1977) menjabarkan gejala berpikir kelompok secara berurutan ,sebagai berikut :
1.kelompok memiliki ilusi bahwa mereka kebal
2.kelompok terlibat dalam rasionalisasi kolektif untuk memotong informasi yang berbeda ,menentang
3.kelompok mulai percaya pada moralitas inheren tentang apa yang ingin dilakukan
4.kelom[pok mengembangkan stereotip dari kelompok lain dan dari para penentang ,sehingga melindungi diri dari analisis yang cermat
5.kelompok memberi tekanan langsung kepada para penentang untuk membuat diam mereka
6.para anggota kelompok mulai menyensor pemikiran mereka sendiri,terutama tentang keraguan yang mungkin mereka miliki tentang kearifan dari tindakan yang diusulkan
7.kelompok mulai percaya akan kebulatan kesepakatannya karena tidak tidak ada penentang dan kepercayaan bahwa “Diam berarti menyetujui.
8.beberapa anggota dari kelompok mulai berfungs sebagai “penjaga pikiran” (mindguards) penjaga yang “melindungi”para pemimpin dari pandangan yang menyimpang dengan mejerakan secara aktif para penentang untuk mengungkapkan ketidaksetujuan mereka.
Gejala berpikir kelompok tidak merupakan gejala yang timbul disetiap kelompok .hanya pada kelompok yang berada dalam kondisi tertentu gejala tersebut dapat timbul .kondisinya ialah jika kelompok :
a.memiliki kelekatan (cohesiveness) yang tinggi (b) terasing dari kelompok lain dengan pandangan yang berbeda;(c) tidak memiliki prosedur metodologikal untuk mengkaji dan memilih informasi jawaban alternative yang relevan; (d) tidak memiliki prosedur yang sistematis untuk menilai alternative-alternatif ; (e) memiliki pimpinan otoriter yang kuat ,yang menjerakan para penentang ,yang berada dibawah tekanan yang besar tetapi merasa putus asa dalam mencari penyelesaian yang lebih baik dari yang sedang dipertimbangkan .yang paling membahayakan adalah jika kelompok percaya bahwa mereka sadar akan adanya berbagai macam alternative,dan tidak memiliki kesangsian bahwa penentangan /perbedaan telah ditekan (suppressed) atau dicegah dari dalam diri mereka sendiri oleh “penjaga pikiran” (mindguards).
Untuk mencegah timbulnya berpikir kelompok schein (1980) selanjutnya menyarankan agar ditimbulkan kondisi dimana pengajuan pandangan yang bertentangan ,pencarian,penilaian yang kritis ,eksplorasi dari alternatif dan pengecekan dari asumsi ditunjang dan digalakkan .pengecekan adari asumsi menjadi sangat penting terutama jika kelompok berdiam diri dan seolah olah menyetujui .pimpinan pada saat itu harus secara langsung memastikan apakah diam berarti bahwa setiap orang menyetujui ,dan harus secara aktif meneliti alternatif dan keberatan sebelum mengasumsikan bahwa telah mencapai consensus .
Jika pemimpin tidak siap untuk mendengarkan keberatan dan penentangan dari kelompok,maka ia tidak dianjurkan untuk menggunakan proses pengambilan keputusan oleh kelompok .pelatihan merupakan salah satu cara untuk mempersiapkan pemimpin memimpin pertemuan sehingga mereka dapat menjadi sadar akan gejala dari berpikir kelompok dan bagaimana mereka harus bertindak jika gejala tersebut timbul.
e.polarisasi kelompok (Group Polarization)
gejala lain dalam proses pengambilan keputusan kelompok ialah adanya pergeseran keputusan yang menuju kedua ekstrem,keputusan yang sangat tinggi resikonya atau keputusan yang sangat rendah derajat resikonya.gejala pertama dinamakan penggeseran keresiko(risky syift),yng kedua dinamakan (fincham & Rhodes 1988) penggeseran kehati-hatian(caution shift) .kalau pada penggeseran keresiko,derajat resiko dari keputusan kelompok lebih tinggi dari derajat risiko yang lebih rendah dari derajat resiko yang berani diambil oleh setiap anggotanya,.pada penggeseran ke kehati-hatian keputusan kelompok justru sebaliknya memiliki derajat resiko yang lebih rendah dari derajat derajat resiko yang yang berani diambil oleh para anggota kelompok .fincham dan Rhodes yang menamakan kedua gejala tersebut polarisasi kelompok,mengemukakakn terjadi nya kedua gejala tersebut .
1.suatu kemungkinan ialah adanya tanggung jawab yang tersebar (diffusion of responsibility) dengan keputusan kelompok para anggota merasa bahwa mereka tidak dimintai pertangung jawaban secara keseluruhan.Tanggung jawab di tanggung bersama,sehinga mereka berani untuk mengambil keputusan yang lebih tinggi resikonya.
2.kemungkinan penjelasan yang lain ialah karena beroprasina proses pembanding social (social comparison process).Di sini para angota kelompok memperlihatkan diri sebaik mungkin.Tidak hanya menyokong nilai kebudayaan yang dominan,tetapi dengan membandingkan pandangan mereka dengan pandangan anggota lain,berusaha menunjang,paling tidak,sama dengan anggota lainya.keputusan kelompok yang diambil memnjadi lebih ekstrem kearah sikap sosial yang pada saat itu mendominasi.Jika keberanianuntuk berspekulasi dalam bidang perusahaan dinilai sebagaisesuatu yang tinggi oleh masyarakat,maka aka nada kecenderungn untuk mengambil keputusan di bidang perusahaan yang lebih tinggi resikonya.Sebaliknya jika misalnya nilai kreativitas diangap rendah oleh pimpinan perusahaan,maka kelompok kerja akan mengambil keputusan yan sangat konservatif.
3.kemungkinan yang lebih mutakhir yang menjelaskan gejala polarisasi kelompok ialah bahwa pengambilan keputusan yang ekstrem sangat dipengaruhi oleh pertukaran informasi dan argumentasi yang meyakinkan (persuasive) .dalam diskusi para anggota kelompok akan memberikan dan dan menerima informasi lebih banyak dari para anggota lainnya .disamping itu masing-masing mendengarkan argumentasi dari para anggotanya sehingga menjadi lebih yakin akan kebenaran keputusan yang diambil oleh kelompok
Tidak dapat disangsikan ketiga kemungkinan diatas beroperasi dalam proses kelompok dan menghasilkan gejala polarisasi kelompok .
5.interaksi antar kelompok
System terdiri dari berbagai subsistem ,dan berinteraksi secara sambung-menyambung dengan subsistem lainnya dalam satu system.kalau kita terapkan uraian diatas pada organisasi sebagai satu social system ,maka dapat dikatakan bahwa organisasi terdiri berbagai kelompok kerja ,dan berinteraksi dengan organisasi lainnya dalam suatu organisasi yang lebih besar..
Kelompok kerja berinteraksi dengan kelompok kerja lainnya secara sambung menyambung dalam organisasi. System akan berhenti eksistensinya jika keluarannya tidak digunakan,tidak diserap oleh system lainnya.organisasi akan berhenti eksistensinya jika keluarannya tidak dirasakan bermanfaat,tidak disrap oleh organisasi lain .perusahaan yang produknya tidak laku ,perusahaan jasa yang jasa jasanya tidak dianggap bermanfaat tidak mampu meneruskan usahanya.untuk dapat mempertahankan diri,untuk dapat terus mengembangkan diri haruslah organisasi mampu menghadapi dan mengatasi masalah lingkungan.kemampuan organisasi ini sangat tergantung bagaimana derajat ketrpaduan di dalamnya,keterpaduan dari kelompok kerjanya.jika mengikuti pandangan dari likert ,dimana anggota dari setiap kelompok merupakan anggota juga dari kelompok dari tingkat organisasi yang lebih rendah dan berfungsi sebagai pasak penghubung .maka,seolah olah jika telah tercapai kesepakatan pada kelompok direksi akan tercapai juga kesepakatan dan kerjasama dikelompok kerja dibawah kelompok direksi .hal ini dapat kita temukan jika direktur utamanya merupakan pemimpin yang otoriter dan kuat yang memiliki charisma yang besar,para kepala satuan kerja dan pekerjaannya menerima pimpinannya . dalam kenyataan kesepakatan tidak sedemikian mudahnya dicapai.setiap pribadi atasan dari berbagai tingkat dan setiap kelompok kerja memiliki kepentingan masing masing yang kebanyakan berbeda beda bahkan bertentangan ,sehingga sulit untuk mencapai suatu kesepakatan.
Karena berbeda tugasnya ,berbeda kepentingannya,maka konflik antar kelompok merupakan sesuatu yang wajar timbul,yang harus dikelola untuk kemanfaatan keseluruh organisasi .konflik antara kelompok dapat terjadi antara satuan kerja yang kecil(misalnya antara kelompok pekerja operator mesin I dan kelompok pekerja operator mesin ll )
Dapat terjadi antara satuan kerja yang besar (misalnya antara divisi produksi,antara kelompok manajemen dan kelompok pekerja )
5.1 saingan atau konflik antarkelompok
Schein (1980) membahasa beberapa akibat dari saingan atau konflik antar kelompok . ia mengutip eksperimen yang dilakukan oleh sheriff,Harvey,white,hood dan juga blake dan mouton .
Robbins (1998) berpendapat bahwa konflik adalah satu proses yang dimulai jika satu pihak beranggapan bahwa pihak lain telah secara negative mempengaruhi atau akan mempengaruhi secara negative,sesuatu yang akan dilakukan atau yang menjadi perhatian pihak pertama.batasan konflik dari robbins sangat luas.dua orang yang berbeda pandangan sudah dapat dianggap konflik .saingan antardua kelompok juga termasuk dalam pengertian konflik.
Jika ada dua kelompok yang bersaing,maka dampaknya Dapat diuraikan kedalam kategori berikut :
a.Yang Terejadi di dalam Setiap Kelompok yang Bersaing
1. Setiap kelompok lebih menutup diri dan membangkitkan loyalitas yang lebih besar dari para anggota kelompoknya; para anggota kelompoknya menjadi makin akrab dan melupakan pertentangan antarmereka.
2. Suasana kelompok berubah dari informal, santai, ceria, menjadi berorientasi pada kerja dan tugas.
3. Pola kepemimpinan cenderung berubah dari lebih demokratis menjadi lebih otokratis, kelompok menjadi lebih bersedia untuk menerima kepemimpinan otokratis.
4. Setiap kelompok menjadi lebih berstruktur dan terorganisasi.
5. Setiap kelompok menuntut kesetiaan dan konformitas yang lebih besar dari para anggotanya agar mampu menyajikan satu barisan yang lebih tangguh.
b.Yang Terjadi Antara Kelompok yang Bersaing
1. setiap kelompok mulai melihat kelompok lain lebih sebagai musuhnya , bukan sekedar sebagai objek yang netral.
2. Setiap kelompok mulai mengalami distorsi (gangguan) dalam persepsi; kelompok cenderung hanya melihat bagian yang baik dari kelompoknya sendiri, mengingkari kelemahannya dan cenderung hanya melihat bagian yang buruk dari kelompok lain, mengingkari kekuatannya. Setiap kelompok mengembangkan stereotip yang negative dari kelompok saingannya (they don’t play fair like we do).
3. Rasa bermusuhan terhadap kelompok lain meningkat, sebaliknya interaksi dan komunikasi dengan kelompok lain menurun. Stereotip tetap dipertahankan, gangguan persepsi sulit dikoreksi.
4. Jika kelompok dipaksa untuk berinteraksi, misalnya harus mendengar uraian penjelasan dari masing-masing kelompok, maka masing-masing kelompok cenderung hanya mendengarkan penjelasan dari kelompok mereka sendiri, kecuali untuk menemukan kesalahan/kelemahan dari kelompok saingannya.
Gejala-gejala diatas, menurut Schein, akan dapat timbul dalam berbagai kelompok yang berkompsetisi atau bersaing , apakah kelompok olah raga, perdebatan antara manajemen dan pekerja, saingan antar bagian seperti antara penjuaalan dan produksi di dalam organisasi industry. Gejala-gejala tersebut dapat meningkatkan motivasi dari para anggotanya, tetapi sebaliknya dapat pula membuka kesempatan timbulnya berpikir kelompok. Apa akibatnya jika ada kelompok yang menang atau kalah? Misalnya usulan kelompok konsultan untuk satiu kontrak konsultasi dibidang manajemen diterima,usulan kelompok konsultan yang lain untuk kontrak yang sama ditolak , atau anggaran untuk kelompok sales dari daerah penjualan “A” diterima, sedangkan anggaran untuk kelompok sales dari daerah “S” ditolak.
c.Yang Terjadi dangan yang Menang
1. Pemenang mempertahankan kelekatannya, malahan dapat meningkatkan derajat kelekatan antaranggota kelompok.
2. Pemenang cenderung melepas ketegangan,kehilangan semangat juangnya, menjadi santai.
3. Pemenang cenderung mengarah ke kerjasama antaranggota kelompok dan perhatian terhadap kebutuhan para anggotanya yang tinggi dan berkurang perhatiannya kepada pelaksanaan tugas dan kerja.
4. pemenang cenderung menjadi puas dan merasa bahwa hasil positive telah mengkonfirmasi stereotip yang baik dari mereka sendiri dan stereotip yang negative dari kelompok saingan mereka, sehingga tidak ada atau setikit ada keinginan untuk mereevaluasi pandangan dan menguji kembali kegiatan kelompok agar dapat belajar bagaimana meningkatkan mutu pandangan dan kegiatannya. Pemenang tidak belajar banyak tentang diri mereka sendiri.
d. Yang Terjadi dengan yang Kalah
1. Jika hasilnya tidak seluruhnya jelas sehingga dapat ditafsirkan lain (misalnya jika tidak jelas kriteria yang digunakan dalam penilaian) ada kecenderungan kuat pada kelompok yang kalah untukmenolak atau merusak kenyataan kekalahan, kelompok yang kalah akan menemukan psikologik seperti, “pengambil keputusan berprasangka”,”pengambil keputusan tidak memahami usulan kami”,”kriteria tidak dijelaskan kepada kami” dan sebagainya. Reaksi pertama dari kelompok yang kalah ialah “kita sebenarnya tidak kalah”.
2. Jika kekalahan diterima secara psikologik, kelompok yang kalah cenderung mencari seseorang atau sesuatu untuk disalahkan. Akan dicari kambing hitam. Jika tidak ada orang luar yang dapat disalahkan , kelompok mulai melihat kedalam dirinya sendiri, perpecahan, konflik yang dulu tidak terselesaikan muncul kembali. Ini semua dilakukan dalam rangka menemukan sebab dari kesalahan.
3. kelompok yang kalah lebih tegang, siap untuk lebih keras, dan merasa tidak ada harapan (desperate).
4. kelompok kalah cenderung mengarah ke kerjasama antar angggota kelompok yang rendah, perhatian terhadap kebutuhan anggotanya kecil, dan perhatian tinggi untuk dapat memperbaiki diri, membalas kekalahannya dengan cara bekerja lebih keras agar pada kesempatan lain dapat menang.
5. kelompok yang kalah cenderung belajar banyak tentang diri mereka sebagai kelompok karena , dengan kekalahan mereka, stereotype positive dari mereka dan stereotive negative dari kelompok saaingannya tidak ditunjang, sehingga , sebagai akibat, memaksakan satu reevaluasi dari pengamatan. Kelompok yang kalah akan mengorganisasi diri dan menjadi lebih lekat dan efektive,begitu kekalahan mereka telah dapat diterima secara nyata.
Masalah antar kelompok dapat terjadi pada berbagai macam kelompok di masyarakat, tidak hanya terjadi pada kelompok yang telah jelas dibatasi. Misalnya masalah antarkelompok dapat terjadi antara kelompk pria dan wanita, antara generasi tua dan muda, antara pejabat tingkat tinggi dengan pejabat tingkat rendah, antara yang berkuasa dengan yang tidak berkuasa, dan seterusnya.
5.2.Teknik-teknik Mengurangi Akibat Negative dari Saingan
Sherif,Blake,Alderfer, Schein, Leavitt, Fincham & Rhodes telah menyarankan berbagai teknik untuk mengatasi atau mengurangi akibat negative dari konflik antarkelompok. Strategi dasar dari pengurangan konflik ialah untuk menemukan tujuan yang dapat diterima oleh kelompok yang bersaing sebagai tujuan mereka bersama dan melancarkan proses komunikasi antarkelompok. Berikut ini beberapa teknik yang diajukan oleh Schein (1980), yang dapat digunakan tersendiri atau beberapa teknik secara bersama-sama dalam kombinasi tertentu.
a. Menemukan Musuh Bersama
Konflik antara penjualan dan produksi dapat dikurangi jika kedua bagian mau menggunakan upaya mereka untuk perusahaan mereka agar dapat berhasil bersaing dengan perusahaan lain. Konflik ini disini digeser ke tingkat yang lebih tinggi.
Teori identitas seseorang yang diajukan oleh Fincham dan Rhodes (1988) menjelaskan bahwa para tenaga kerja bagian penjualan dan bagian produksi memperoleh identitas mereka dari bagian mereka masing-masing. Identitas mereka berbeda-beda. Dengan memberikan kepada mereka musuh bersama, mereka dapat memperoleh identitas mereka dari perusahaan. Mereka tidak lagi merasa tenaga kerja bagian penjualan dan bagian produksi, melainkan mereka merasakan menjadi tenaga kerja perusahaan X.
b. Pimpinan atau Subkelompok dari Kelompok-kelompok yang Bersaing Dibawa Berinteraksi
Dalam kelompok baru yang terdiri dari wakil dari kelompok yang bersaing, karena mendapatkan delegasi wewenang dari kelompok mereka masing-masing dapat melakukan perundingan untuk mencapai suatu kesepakatan, kalau perlu dapat saling memberikan konsesi untuk mencapai tujuan kompromi.
Namun Leavitt (1988) mengingatkan agar hati-hati dalam menggunakan teknik ini. Jika kelompok yang bersaing masing-masing memiliki derajat kelekatan yang tinggi, maka tidak akan dapat dicapai kata sepakat, kecuali jika yang mewakili ialah pemimpinnya yang memiliki kuasa penuh.
c. Menemukan Tujuan yang Mencakup (Superordinate)
Kelompok yang bersaing harus bekerjasama agar tujuan dapat tercapai. Misalnya perusahaan ingin melemparkan produk baru ke pasar. Produk yang murah pembuatannya dan dapat diinginkan oleh konsumen. Untuk keperluan ini bagian penjualan harus bekerja sama dengan bagian produksi. Tujuan yang harus dicapai ialah tujuan perusahaan dan bukan tujuan masing-masing kelompok.
d. Pelatihan Antarkelompok Melalui Penghayatan-Pengalaman (Experiential Inter Group Training)
kelompok yang bersaing dikumpulkan dan diminta untuk mengkaji perilaku mereka sendiri. Selama pelatihan masing-masing kelompok mencatat persepsi tentang mereka sendiri dan persepsi mereka tentang kelompok lain. Kedua hasil kelompok kemudian dibicarakan dan dibahas, persepsi yang keliru dihilangkan dan hubungan di masa depan ditentukan bersama. Teknik ini merupakan salah satu teknik dari Pengembangan Organisasi yang akan lebih dijelaskan dalam bab berikutnya.
5.3.Dimensi dari Intensi Menyelesaikan Konflik
Robbins (1998) membahas dimensi dari intensi menyelesaikan konflik dari Thomas (1992). Intensi menyelesaikan konflik dapat dikelompokkan kedalam lima cara yang diperoleh berdasarkan dua dimensi, yaitu: 1.Dimensi Assertivenessdan 2.Dimensi Cooperativeness (Gambar 6.2).
Keempat intensi menyelesaikan konflik ialah, bersaing (Competing), bekerjasama (Collaborating), berkompromi (Compromising), menghindar (avoiding), menyesuaikan (accomodating).
1. Bersaiang ialah hasrat untuk memuaskan kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak lawan konflik (tinggi pada assertivenessdan rendah pada cooperativeness).
Situasi ini juga dinamakan situasi menang-kalah (win-lose).
2. Bekerjasama ialah pihak-pihak yang konflik masing-masing berhasrat untuk memuaskan kepentingan pihaknya (assertivenessdan cooperativeness tinggi). Situasi ini dinamakan juga situasi menang-menang (win-win)
3. Berkompromi ialah satu situasi dimana masing-masing pihak yang bersengketa bersedia untuk mengeorbankan sesuatu (assertiveness dan cooperativeness sedang tingginya). Situasi ini dinamakan kalah-kalah (lose-lose), karena ada yang dikorbankan.
4. Menghindar adalah hasrat untuk mengundurkan diri dari situasi konflik atau menekan konflik, tidak mau bersengketa (assertiveness dan cooperativeness rendah).
5. menyesuaikan adalah adanya satu pihak yang konflik bersedia untuk meletakkan kepentingan pihak lain lebih tinggi dari kepentingannya (assertiveness rendah,cooperativeness tinggi).
Situasinya satu pihak mengalah atau memenangkan pihak lawan.
Kelima penyelesaian konflik merupakan intensi (niat) cara menyelesaikan konflik. Bagaimana cara penyelesaian yang nyata tergantung dari sikap kedua belah pihak yang bersengketa.Cara penyelesaian konflik dapat diwujudkan kedalam berbagai teknik penyelesaian konflik. Teknik-teknik yang telah disebutkan diatas , Teknik “Menemukan musuh bersama”,”Pimpinan atau subkelompok dari kelompok yang bersaing dibawa berinteraksi”,”Menemukan tujuan yang mencakup (superordinate)”,dan “Pelatihan antar kelompok melalui penghayatan pengalaman (experiential inter group training)” merupakan teknik-teknik penyelesaian masalah yang menggambarkan situasi menang-menang, tidak ada pihak dalam persaingan yang menang.
Disamping teknik-teknik penyelesaian konflik diata ada beberapa teknik penyelesaian konflik lainnya yang diajukan oleh Robbins (1998), yang bersifat situasi win-win.
Teknik problem solving: pertemuan berhasapan (face-to-face) antara pihak yang bersengketa dengan tujuan menemukenali masalah dan memecahkannya melalui diskusi terbuka. Misalnya sengketa antara pekerja dengan manajemen, antara kelompok staf junior dan staf senior. Teknik pengadaan sumber yang lebih banyak : ini khusus kalau konflik yang terjadi disebabkan kurangnya atau terbatasnya sumber yang diperlukan. Misalnya alokasi anggaran untuk bagian-bagian yang berbeda-beda dan dirasakan tidak adil.
Teknik pelunak (smoothing) berusaha mengurangi arti perbedaan dan menekankan pada kepentingan bersama dari pihak yang bersengketa. Teknik perintah otoritatif, manajemen menggunakan otoritas formalnya untuk menyelesaikan konflik dan mengkomunikasikan keinginannya kepada pihak-pihak yang bersengketa. Teknik mengubah variable manusia : menggunakan teknik pengubahan perilaku melalui pelatihan, seperti pelatihan dalam hubungan antar manusia, sehingga dapat mengubah sikap dan perilaku yang menimbulkan konflik. Teknik mengubah variable structural. Mengubah struktur formal organisasi dan pola interaksi dari pihak konflik melalui rancang ulang dari pekerjaan (job redisign), pemindahan, pembentukan kedudukan dengan tugas koordinasi, dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar