Kombinasi Pengondisian Klasik dan Pengondisian Operan
Perlu diperhatikan bahwa pengondisian klasik dan pengondisian operan dapat bergabung sehingga bersama-sama menghasilkan tingkah laku abnormal. Pengondisian klasik dapat menjadi dasar bagi ketakutan-ketakutan yang tidak tepat, sedangkan pengondisian operan dapat menjadi dasar bagi tingkah laku-tingkah laku yang digunakan untuk mereduksikan ketakutan-ketakutan. Pengon-disian klasik menyebabkan Albert takut dan dengan pengondisian operan ia da-pat menghindari wanita-wanita yang mengenakan mantel-mantel yang berbulu. Pengondisian operan dapat juga menyebabkan tingkah laku abnormal dengan memperlambat penghapusan respons-respons abnormal yang terkondisi secara klasik: Apabila dengan pengondisian operan Anda belajar menghindari suatu stimulus terkondisi, maka Anda tidak akan belajar bahwa stimulus itu tidak lagi berhubungan dengan stimulus terkondisi dan dengan demikian peng-hapusan tidak akan terjadi. Misalnya, apabila Albert menghindari tikus-tikus, maka ia tidak akan belajar bahwa tikus-tikus itu tidak lagi berpasangan dengan gong yang menakutkan. Demikian juga, individu7individu yang menghindari tempat-tempat yang tinggi karena mereka pernah ketakutan dalam suatu tempat yang tinggi tidak belajar bahwa tempat-tempat yang tinggi itu tidak perlu menakutkan, dan akibatnya ketakutan mereka tidak hilang. Penggunaan tingkah laku-tingkah laku operan untuk menghindari stimulus-stimulus yang ditakuti membantu kita untuk memahami apa sebabnya beberapa ketakutan terkondisi secara klasik begitu gigih dan tetap bertahan. Karya pengondisian klasik dari Pavlov dan Watson dan pengondisian operan dari Thorndike dan Skinner bersama-sama menjadi dasar dari apa yang sekarang disebut "pendekatan belajar" (atau pengondisian) terhadap tingkah laku abnormal karena ajaran dasar dari segi pandangan belajar adalah gangguan mental (tingkah laku abnormal) adalah basil dari belajar.
Teori Belajar-Sosial (Social-Learning Theory)
Teori belajar-sosial adalah sumbangan dari para ahli teori belajar, seperti Albert Bandura, Julian B. Rotter, dan Walter Mischel. Para ahli teori belajar-sosial menekankan peran dari aktivitas kognitif dan belajar dengan cara mengamati tingkah laku manusia. Para ahli teori belajar-sosial melihat manusia sebagai orang yang berpengaruh terhadap lingkungannya sama seperti ling-kungan berpengaruh terhadap dirinya. Para ahli teori belajar-social sependapat dengan para behavioris yang lebih tradisional yang mengemukakan bahwa tingkah laku manusia harus dikaitkan dengan respons-respons yang dapat diamati. Tetapi, mereka mengemukakan juga bahwa faktor-faktor di dalam orang itu sendiri — variabel-variabel orang — harus dipertimbangkan dalam menjelaskan tingkah laku manusia.
Para ahli belajar-sosial melihat indi-vidu sebagai orang yang belajar dengan tujuan tertentu dan menyadari dirinya sen-diri sebagai orang yang mencari informasi tentang lingkungannya, tidak hanya meng-adakan respons secara otomatis terhadap stimulus-stimulus yang menimpa dirinya. Rotter (1972) mengemukakan bahwa ting-kah laku tidak dapat diprediksikan dari faktor-faktor situasional saja. Apakah orang bertingkah laku dalam cara-cara tertentu atau tidak, juga tergantung pada harapan-harapannya tentang hasil-hasil dari tingkah lakunya dan nilai-nilai subjektif dari hasil-hasil itu.
Belajar dengan Cara Mengamati (Obser-vational Learning)
Dalam setiap contoh tentang pengondisian klasik dan pengondisian operan yang telah diberikan, orang yang belajar terlibat secara langsung dalam proses pengondisian. Albert dihadapkan pada tikus dan gong, dan anak belajar dengan uji coba bahwa kalau marah bisa mendapat hadiah. Tetapi, keterlibatan secara langsung itu tidak selalu dibutuhkan supaya pengondisian itu terjadi. Anak lain yang hanya memperhatikan bila tikus dan gong diberikan kepada Albert dapat mengembangkan ketakutan terkondisi yang terwakilkan terhadap tikus, dan seorang anak yang memperhatikan anak lain mendapat perhatian (hadiah) terhadap kemarahan dapat belajar menggunakan kemarahan untuk mendapat perhatian (hadiah). Tipe pengondisian yang tidak langsung ini biasanya disebut "belajar dengan cara mengamati" (observational learning) atau belajar melalui "percontohan" (modeling). Belajar dengan cara mengamati ini disebut juga "pengondisian yang diwakilkan" (vicarious con-ditioning). Dengan demikian, belajar melalui pengamatan terjadi meskipun pengamat tidak melakukan tingkah laku itu atau tidak diperkuat secara lang-sung. Belajar melalui pengamatan dapat terjadi pada waktu mengamati secara langsung tingkah laku orang lain atau dengan mengamati model-model dalam film-film atau televisi atau juga dengan membaca mengenai orang lain.
Variabel- Variabel Orang
Para ahli teori belajar-sosial berpendapat bahwa tingkah laku disebabkan oleh interaksi yang terus-menerus berubah antara orang dan variabel-variabel situasi. Variabel-variabel situasi adalah faktor-faktor tingkah laku ekstemal, seperti hadiah dan hukuman. Variabel-variabel orang adalah karakteristik-karakteristik dan orang itu, seperti kecakapan (competence), mengkodekan strategi-strategi (encoding strategies), harapan-harapan, nilai-nilai subjektif, sistem-sistem, dan rencana mengatur din sendiri. Kita telah membicarakan variabel-variabel situa-si dalam belajar menurut teori pengondisian klasik dan pengondisian operan. Sekarang akan dikemukakan variabel-variabel orang seperti telah disinggung di atas.
Kecakapan (competency).
Kecakapan adalah keterampilan-keterampilan dan pengetahuan yang telah diperoleh dari belajar pada masa lampau. Ini me-liputi keterampilan-keterampilan akadelnis, seperti membaca, menulis, dan menghitung; keterampilan atletik, seperti memukul bola tenis atau menendang bola kaki dengan tepat; keterampilan-keterampilan sosial, seperti mengetahui apa yang dikatakan atau bagaimana berpakaian dalam suatu wawancara pe-kerjaan atau bagaimana meminta sesorang untuk bergi berpacaran. Kapasitas individu menggunakan informasi untuk merencanakan tingkah laku tergantung pada kecakapan individu itu sendiri.
Mengkodekan strategi-strategi (encoding strategies).
Mengkodekan (encoding) mengacu pada proses melambangkan stimulus-stimulus. Orang-orang dapat mengkodekan stimulus-stimulus yang sama dalam cara-cara yang berbeda. Ada orang yang mengkodekan permainan tenis sebagai kesempatan untuk relaks dan bersenang-senang. Orang-orang lain mengkodekan permainan tersebut untuk membuktikan kemampuan mereka bermain tenis. Beberapa orang mengkodekan kencan yang tidak berhasil sebagai tanda kecerobohan mereka sendiri sedangkan orang-orang lain mengkodekan kencan yang gagal itu sebagai bukti bahwa orang-orafig terkadang tidak mencintai satu sama lain. Strategi-strategi pengkodean mungkin membantu mejelaskan mengapa bebe-rapa orang mengalami depresi dan menarik din sesudah menagalami kekece-waan, sedangkan orang lain tidak menghiraukannya dan tetap tidak gelisah. Harapan-harapan. Harapan-harapan adalah prediksi-prediksi pribadi mengenai hasil-hasil (atau potensi untuk perkuatan) dalam melakukan respons-respons tertentu.
Harapan-harapan itu dapat digambarkan dengan pernyataan "jika — maka": Jika saya melakukan A, maka saya akan mendapat B. Bandura (1982) membedakan dua macam harapan, yakni harapan-harapan akan keber-hasilan (outcome expectations) dan harapan-harapan akan kemampuan (efficacy expectations). Harapan-harapan akan keberhasilan adalah antisipasi-antisipasi bahwa pola-pola tingkah laku tertentu akan memperoleh akibat-akibat tertentu. Misalnya, Anda mungkin mengharapkan bahwa dengan mempelajari secara tekun bahan kuliah yang diuraikan dalam buku, maka kemungkinan lebih besar Anda akan mengerjakan ujian dengan baik (harapan-harapan akan keberhasilan mungkin terbukti benar atau mungkin juga tidak). Sebaliknya, harapan-harapan akan kemampuan diri (self-efficacy expectations) adalah keyakinan-keyakinan bahwa orang akan berhasil melakukan tingkah laku itu. Misalnya, bila Anda memusatkan pikiran Anda dalam membaca suatu buku, maka Anda yakin bahwa Anda memperoleh informasi dan ini merupakan contoh harapan akan kemam-puan diri yang tinggi. Atau sebaliknya, Anda yakin bahwa Anda tidak dapat mempelajari bahan yang diuraikan dalam buku itu meskipun Anda benar-benar berusaha mempelajarinya, ini merupakan contoh kepercayaan akan kemampuan diri yang rendah. Harapan-harapan akan kemampuan diri sendiri sebagian di-dasarkan pada kecakapan-kecakapan individu dan pengalaman-pengalamannya sendiri dalam situasi-situasi yang sama. Kecakapan mempengaruhi harapan, dan sebaliknya harapan mempengaruhi motivasi untuk melakukan. Orang-orang yang berpikir bahwa mereka mampu, mungkin sekali berusaha melakukan tugas-tugas yang sulit daripada orang-orang yang ragu-ragu apakah mereka dapat melakukannya.
Nilai-nilai subjektif.
Peristiwa-peristiwa atau stimulus-stimulus yang sama akan dinilai secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda. Apa yang menakutkan bagi seseorang mungkin memikat bagi orang lain. Apa yang me-narik perhatian bagi seseorang mungkin menjijikkan bagi orang lain. Para ahli teori belajar-sosial berbeda dengan para behavioris tradisional karena mereka tidak melihat individu sebagai yang dikontrol oleh peristiwa-peristiwa atau stimulus-stimulus eksternal, melainkan individu itu sendiri mengilhami peris-tiwa-peristiwa atau stimulus-stimulus itu dengan makna dan nilai serta makna dan nilai yang diberikan kepada peristiwa-peristiwa, atau stimulus-stimulus itu mempengaruhi tingkah laku individu. Bila nilai ujian tidak bermakna atau tidak bemilai bagi Anda, maka suasana hati Anda tidak mungkin terpengaruh bila Anda tidak lulus dalam ujian. Apabila nilai ujian sangat penting bagi Anda, maka Anda mungkin akan belajar lebih keras dan respons-respons emosional Anda mungkin sekali menggambarkan hasil-hasil yang diperoleh.
Sistem-sistem pengaturan diri dan rencana-rencana.
Para ahli belajar-sosial mengemukakan bahwa orang-orang mengatur tingkah laku mereka sen-diri meskipun orang-orang yang mengamati dan paksaan-paksaan dari luar tidak ada. Orang-orang menetapkan tujuan-tujuan dan patokan-patokan mereka sendiri, merencanakan untuk memperolehnya, dan memuji serta mencerca din mereka sendiri berdasarkan kemajuan yang dicapai. Sesungguhnya para ahli teori belajar-sosial melihat hadiah terhadap din sendiri (saya melakukan dengan baik!) dan hukuman terhadap din sendiri (saya sangat bodoh! Saya tidak pernah melakukan ini dengan baik!) adalah sama manjur atau lebih manjur daripada hadiah dan hukuman dan luar.
Komentar
Posting Komentar